Permasalahan Pemerintah Indonesia Menangani Corona

Permasalahan Pemerintah Indonesia Menangani Corona – Ekonomi senior sekaligus pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menilai komunikasi pemerintah dalam rangka penanganan virus Corona (COVID-19) kacau balau hingga menimbulkan kebingungan di masyarakat. Apalagi ketika muncul wacana pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

“Wacana pelonggaran sudah membawa dampak PSBB semakin tidak disiplin dan mengarah kepada ketidaktaatan dalam kebijakan dan peraturan pemerintah. Sebabnya tidak lain adalah komunikasi yang kurang baik bahkan kacau dari pejabat pemerintah mulai dari awal penghindaran dan menolak/denial terhadap COVID-19,” kata Didik dalam keterangan resminya, Rabu (20/5/2020). https://www.mustangcontracting.com/

Ia pun menyinggung celetukan-celetukan pejabat pemerintah yang pernah terucap selama pandemi Corona ini. “Komunikasi yang menjadi blunder sangat banyak sekali, diantaranya ‘cukup makan nasi kucing dari menteri, minum saja susu kuda liar dari Wapres, dan kebingungan memahami larangan mudik dan pulang kampung’, ‘oke’ dari Presiden sendiri sebagai materi komunikasi yang salah kaprah dan ditanggapi negatif oleh masyarakat,” tutur Didik. slot online

Permasalahan Komunikasi Oleh Pemerintah Indonesia Menangani Corona

Menurutnya, cara komunikasi yang buruk dari pemerintah itulah yang menyebabkan kebijakan dalam penanganan Corona ini jadi tidak efektif.

“Hasil dari kebijakan tersebut terlihat pada saat ini di mana terjadi kebingungan publik di tengah simpang siur kebijakan yang tidak konsisten,” tegas dia.

Ia pun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhati-hati dalam menangani pandemi ini, apalagi jika memang ada pelonggaran PSBB.

“Presiden harus berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap pelonggaran dan wacana pelonggaran yang sudah salah kaprah dan ditanggapi terserah saja oleh publik dan masyarakat luas. Ini sebagai pertanda tidak percaya dan pasrah terhadap keadaan,” pungkasnya.

Tagar dan video ‘Indonesia Terserah’ muncul di tengah pandemi Corona. Tagar #indonesiaterserah menggaung dengan narasi kekecewaan penanganan Corona yang dilakukan RI. Lantas bagaimana respons pemerintah?

“Kemudian untuk video Indonesia Terserah, kami jelaskan bahwa kita sangat tidak berharap kalangan dokter menjadi kecewa, sejak awal kami selalu mengedepankan bahwa ujung tombak kita adalah masyarakat,” ujar Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo dalam konferensi pers yang disiarkan akun YouTube BNPB, Senin (18/5/2020).

“Kalau seandainya masyarakat ada yang terpapar lantas sakit dirawat di rumah sakit, apalagi dengan jumlah yang banyak dan tempat perawatannya penuh, maka yang sangat repot adalah tenaga dokter, termasuk perawat,” katanya.

Doni mengatakan sejak awal pemerintah sudah membahas perlindungan para tenaga medis, dari perawat hingga dokter, agar tidak kelelahan selama penanganan COVID-19 ini. Dia menyebutkan jumlah dokter di Indonesia termasuk sedikit dibanding negara-negara lain.

Permasalahan Komunikasi Oleh Pemerintah Indonesia Menangani Corona

“Jumlah dokter kita termasuk yang paling sedikit di berbagai negara, total dokter kita kurang dari 200 ribu orang, dokter paru 1.976 orang, artinya satu orang dokter paru harus layani sekitar 245 ribu warga negara Indonesia sehingga apabila kita kehilangan dokter maka ini kerugian yang sangat besar buat bangsa kita,” jelas dia.

Doni mengimbau masyarakat agar saling bekerja sama dalam pencegahan penularan virus Corona. Dia menekankan untuk menjalankan seluruh ketentuan protokol kesehatan dan ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kedaruratan kesehatan.

“Sekali lagi mari kita bekerja sama saling mengingatkan mencegah dan hindari jangan sampai kita menjadi sakit,” ujar Doni.

 Pemerintah memperbarui data kasus virus Corona di wilayah Indonesia. Tercatat ada 11.192 kasus positif Corona per hari ini.

Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, dr Achmad Yurianto, Minggu (3/5/2020). Dari 11.192 kasus positif Corona, ada 1.876 pasien sembuh dan 845 meninggal dunia.

Yuri mengatakan pemerintah terus melakukan pemeriksaan kesehatan masyarakat demi memutus mata rantai penyebaran Corona (COVID-19) di Indonesia. Per 3 Mei pemerintah sudah memeriksa 112.965 spesimen.

“Saudara-saudara sampai dengan hari ini pukul 12.00 WIB, jumlah spesimen yang telah diperiksa dengan menggunakan metode real time PCR berjumlah 112.965 spesimen dari 83.012 orang,” ujar Yuri.

 Pengamat Kebijakan Publik menilai ada bentuk ketidaktegasan pemerintah terkait surat edaran pengecualian perjalanan saat pandemi virus Corona. Ketidaktegasan ini disebut bisa membawa dampak bagi penanganan COVID-19 di Indonesia.

“Menurut saya, ini bentuk ketidaktegasan pemerintah karena banyak faktor luar yang mempengaruhinya khususnya dunia usaha, pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit,” kata Pengamat Kebijakan Publik Adi Susilo saat dihubungi, Rabu (6/5/2020).

Adi menyebut kebijakan tersebut menggambarkan pemerintah dihadapkan pada dua pilihan. Dia menyebut sempat ada keraguan dari pemerintah dalam mengambil pilihan tersebut.

“Memang pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit menyelesaikan dulu COVID-19 atau secara berbarengan menyelesaikan COVID-19 dan pemulihan ekonomi. Dari awal nampaknya pemerintah ragu, tapi dengan keluarnya SE tersebut nampaknya pemerintah memilih kebijakan yang ke-2,” ucap Adi.

Adi menyebut pilihan yang diambil pemerintah maksudnya baik. Meski demikian, menurutnya dengan mengeluarkan surat edaran tersebut tentu bisa memberikan dampak pada penanggulangan COVID-19.

“Mungkin maksudnya baik tapi kebijakan itu justru bisa memperlama penanggulangan COVID-19. Saya lebih setuju selesain dulu COVID-19 dengan membuat perencanaan yang jelas dan tegas, setelah itu fokus pemulihan ekonomi,” ungkapnya.

Selain itu, pengecualian tersebut nantinya juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencari celah agar bisa mudik.

“Iya bisa jadi bumerang, dengan kebijakan yang ada sekarang aja masyarakat masih mencari celah untuk bisa mudik, apalagi ada kebijakan pengecualian,” ujar Adi.

Sebelumnya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mengeluarkan edaran mengenai Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Sejumlah kriteria orang mendapatkan pengecualian dan diperbolehkan melakukan perjalanan dalam masa pandemi ini.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengatakan kriteria orang tersebut dari TNI dan Polri, pegawai BUMN, ASN, lembaga usaha, yang semuanya berkaitan dengan penanganan COVID-19, dan sejumlah kriteria masyarakat lainnya.

Pemerintah meminta masyarakat untuk berdamai dengan virus Corona selama pandemi COVID-19. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena menyebut hal itu tepat tapi harus tetap melaksanakan protokol kesehatan dengan disiplin.

“Kalau liat perkembangan pengendalian COVID-19 pilihan ini yang paling tepat, pengendalian COVID-19 selalu menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi, sosial dan politik yang menyertainya. Aspek kesehatan tetap yang utama,” kata Melki saat dihubungi, Sabtu (16/5/2020).

Melki pun sependapat terkait harus adanya tatanan hidup baru di masyarakat untuk berdampingan dengan pandemi virus Corona. Pola hidup di berbagai bidang, sebutnya memang harus mengikuti kondisi Indonesia saat ini.

“Butuh tatanan hidup baru atau standar baru dalam berbagai aspek kehidupan baik pada masa pandemi maupun pasca pandemi. Penerapan pola hidup bersih dan sehat, penggunaan masker, jaga jarak harus dibuat detail, tatanan baru dibuat khusus dalam berbagai bidang misal di pendidikan, lingkungan,” ucap Melki.

Meski demikian, Melki menyebut perubahan dan penyesuaian tatanan kehidupan di tengah pandemi Corona tetap harus diiringi dengan kedisiplinan protokol kesehatan. Ini, menurutnya butuh kerja sama dari semua pihak.

“Protokol kesehatan dalam berbagai bidang ini harus dilakukan secara ketat dan disiplin untuk memastikan kepatuhan. Aparat harus mengawasi semua tatanan baru yang sudah dihasilkan berjalan sesuai protokol kesehatan sehingga pengendalian COVID-19 tetap terkendali dan berbagai aspek kehidupan bisa berjalan kembali,” ujarnya.

Seperti diketahui, Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto mengatakan virus Corona (COVID-19) tidak akan hilang dalam waktu singkat. Yuri pun menegaskan sikap berdamai dengan virus COVID-19 bukan berarti menyerah.

“WHO juga sudah merilis bahwa virus ini juga tidak akan dalam waktu singkat hilang di muka bumi. Ini permasalahan yang akan menimpa seluruh negara di muka bumi karena ini adalah masalah pandemi,” kata Yuri dalam konferensi yang disiarkan di YouTube BNPB, Sabtu (16/5/2020).

“Oleh karena itu saatnya lah kita sekarang untuk mulai mengubah perilaku kita untuk hidup di dalam kondisi bumi yang masih terancam dengan keberadaan COVID-19. Dalam beberapa kali disebutkan oleh presiden ini lah cara kita untuk berdamai dengan virus, bukan menyerah,” sambung Yuri.…